Tautan-tautan Akses

China Terbitkan Makalah Perubahan Iklim Nasional


Asap mengepul dari cerobong pada pembangkit listrik tenaga batu bara di Beijing, China (foto: dok). China adalah penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia, dua kali lebih banyak dari yang dihasilkan Amerika.
Asap mengepul dari cerobong pada pembangkit listrik tenaga batu bara di Beijing, China (foto: dok). China adalah penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia, dua kali lebih banyak dari yang dihasilkan Amerika.

Sebuah laporan baru oleh pemerintah China meramalkan dampak serius atas perubahan iklim yang ditanggung China. Laporan itu menyimpulkan pandangan lebih dari 500 ilmuwan dan pakar yang dirilis pada malam sebelum pembicaraan iklim di Paris.

Departemen Ilmu dan Teknologi China menerbitkan makalah setebal 900 halaman berjudul, "Laporan Kajian Perubahan Iklim Nasional Ketiga," yang merinci konsekuensi serius akibat pemanasan global yang akan terjadi di China.

Laporan ini meramalkan permukaan air laut bisa naik 40 sampai 60 sentimeter, sehingga membahayakan kota-kota pesisir yang makmur di China. Pencairan gletser dan lapisan es juga mengancam proyek infrastruktur besar seperti Bendungan Tiga Ngarai dan jalur kereta di dataran tinggi Tibet.

China adalah penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia, dua kali lebih banyak dari yang dihasilkan Amerika.

Direktur program Greenpeace, Li Yan mengatakan, China mungkin akan mendapat paling banyak manfaat dari perjanjian perubahan iklim selama pembicaraan di Paris.

“China sudah menjadi salah satu korban terbesar perubahan iklim itu sendiri, dan mengambil tindakan kuat terhadap perubahan iklim adalah kepentingan China sendiri, saya pikir itu telah dikukuhan berulang kali," kata Li Yan.

Sekitar 150 kepala negara dan pemerintah bertemu di Paris untuk menghadiri Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim, atau COP 21.

Seratus 95 negara bertujuan untuk mencapai kesepakatan mencegah kenaikan suhu bumi sebesar dua derajat. Jika pemanasan global berlanjut terus, China meramalkan akan terjadi migrasi lintas negara dan konflik internasional atas sumber daya air. Laporan China mengatakan, sumber daya air di negara itu akan menyusut lima persen.

Direktur pelestarian pada organisasi WWF di Hong Kong, Gavin Edwards, mengatakan penilaian China yang ilmiah tersebut tentang perubahan iklim, memberi harapan bagi para pegiat lingkungan bahwa negara itu akan menjadi pemimpin yang progresif dalam KTT di Paris itu.

"Beberapa gagasan (ide) yang mereka tawarkan, memberi harapan bahwa mereka bergerak ke arah yang benar,” ujar Edwards.

China memblokir kesepakatan perubahan iklim pada COP15 di Kopenhagen, tapi sejak saat itu telah mengubah sikapnya mengenai pemanasan global. Setahun yang lalu, Presiden China Xi Jinping bertemu dengan Presiden AS Barack Obama dan berjanji bahwa emisi gas rumah kaca China akan mulai turun tahun 2030.

Pelestari lingkungan, Ma Jun mengatakan China telah muncul sebagai kekuatan global terkemuka dalam upaya mengurangi pemanasan global.

“China dapat menemukan cara untuk mengatasi hambatan industri dan menemukan cara untuk menerapkan pengkajian dan keputusan yang lebih proaktif untuk memerangi perubahan iklim yang diharapkan akan mendorong negara-negara lain untuk bekerjasama," papar Ma Jun.

Menurut catatan, tahun 2014 adalah tahun terpanas. Konferensi Iklim di Paris akan berakhir pada 11 Desember. [ps/th]

XS
SM
MD
LG