Tautan-tautan Akses

Dirjen Pajak: Rencana Kenaikan Tarif PPN Jadi 12 Persen Masih Dikaji


Gedung Kantor Pajak di Jakarta. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)
Gedung Kantor Pajak di Jakarta. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Pemerintah mengatakan, rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 masih akan dikaji. 

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen sedianya telah diatur di dalam UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam aturan tersebut kenaikan tarif PPN ini akan diberlakukan mulai1 Januari 2025.

Meski begitu, katanya, pemerintah akan mengkaji ulang pemberlakuan tarif baru PPN dengan mempertimbangan beberapa faktor. Sebagai catatan, PPN yang berlaku saat ini adalah 11 persen.

“Namun demikian berkenaan dengan adanya transisi pemerintahan, oleh karena itu perlu fatsun (etika, red) politik untuk mengkomunikasikan terkait tarif PPN yang 12 persen ini,” ungkap Suryo dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (25/3).

FILE - Seorang pegawai di kantor pelayanan pajak di Jakarta, 23 Februari 2017. (Foto: Fatima Elkarim/Reuters)
FILE - Seorang pegawai di kantor pelayanan pajak di Jakarta, 23 Februari 2017. (Foto: Fatima Elkarim/Reuters)

Selain itu, menurutnya, pemerintah juga akan mempertimbangkan kondisi perekonomian yang ada sebelum aturan tersebut benar-benar diterapkan.

“Jadi di sisi lain kami pun terus melihat dan mengkaji kondisi ekonomi yang ada di sekeliling yakni kegiatan ekonomi yang berpengaruh terhadap peningkatan PPN ini ke depan. Jadi betul-betul kami masih menunggu perkembangannya akan seperti apa,” paparnya.

Pengusaha Minta Pemerintah Evaluasi Rencana Kenaikan Tarif PPN

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani meminta pemerintah, terutama pemerintahan mendatang, untuk kembali mempertimbangkan rencana kenaikan tarif PPN tersebut. Pertimbangan ini, katanya, sangat diperlukan mengingat ekonomi global saat ini sedang melemah.

Dirjen Pajak: Rencana Kenaikan Tarif PPN Jadi 12 Persen Masih Dikaji
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:02 0:00

“Jadi kami mendengar masukan dari pelaku usaha, tentu saja ini yang harus menjadi perhatian pada saatnya nanti kalau sudah masuk ke pemerintah baru, mereka bisa mengevaluasi kembali melihat kondisi yang ada saat ini karena jelas ini sesuatu yang tidak kita antisipasi bahwa kondisi global akan separah ini, dan pastinya akan berpengaruh,” ungkap Shinta.

Menurutnya, apabila ini jadi diterapkan maka akan berpengaruh cukup signifikan terhadap daya beli masyarakat, terutama mereka yang tidak menerima bantuan dari pemerintah.

“Yang harus jadi perhatian adalah ke daya beli, jelas dengan kondisi seperti ini, dengan kenaikan menjadi 12 persen itu sebenarnya kalau dari dunia usaha, PPN itu diinikan (dibebankan, red) ke konsumen. Jadi yang akan kena ke konsumennya. Jadi itu yang harus menjadi perhatian pemerintah untuk daya beli daripada konsumen sendiri akan seperti apa. Mereka akan membutuhkan insentif dan lain-lain untuk bisa meningkatkan daya belinya karena pasti akan berpengaruh ke sana,” jelasnya.

Sementara itu, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Faisal mengatakan kalangan masyarakat menengah ke bawah akan cukup terpukul apabila kebijakan tersebut benar-benar diterapkan.

Seorang perempuan memasuki kantor pajak di Jakarta, 23 Februari 2017. (REUTERS/Fatima Elkarim)
Seorang perempuan memasuki kantor pajak di Jakarta, 23 Februari 2017. (REUTERS/Fatima Elkarim)

Faisal mengungkapkan, pendapatan sebagian kalangan masyarakat tersebut di bawah UMR (umpah minimum regional), dan tidak mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah. Ia menyarankan pemerintah agar kebijakan ini tidak mulai diterapkan pada Januari tahun depan.

“Ini perlu diberikan ruang dulu terutama kalangan menengah ke bawah yang dia selama ini tidak mendapatkan insentif atau bantuan apapun dari pemerintah. Jadi biarkan dulu mereka dari sisi kemampuan ekonominya membaik, normal, baru kemudian dinaikkan PPN nya sih ok. Jadi jangan mereka belum kembali kondisinya, masih ada efek pandemi, lalu ditekan karena inflasi kemudian harus ditekan karena kenaikan pajak,” ungkap Faisal.

Faisal menduga kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen ini karena pemerintah melihat pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumah tangga pada tahun lalu yang masih dalam relatif baik yakni lima persen. Padahal menurutnya jika dilihat lebih mendalam, peningkatan pertumbuhan konsumsi masyarakat terutama di kalangan menengah kebawah ini justru melambat.

Ia mencontohkan dari sisi jumlah tabungan atau dana pihak ketiga di perbankan yang berjumlah Rp100 juta-Rp500 juta mengalami perlambatan yang sangat signifikan dibandingkan dengan simpanan masyarakat kalangan menengah ke atas.

Selain itu banyak upah riil diberbagai sektor mengalami penurunan atau kontraksi kecuali sektor pertanian dan manufaktur yang upahnya masih positif meskipun cukup tipis. Ia menyimpulkan, kemampuan daya beli masih belum pulih atau membaik.

“Jadi artinya kalau upah riil-nya itu turun berarti daya beli turun, karena kemampuan membeli kurang. Jadi, dalam kondisi yang sudah ada saja, ditambah dengan inflasi pangan melonjak, ini artinya kalangan menengah ke bawah semakin terbatas disposable income-nya. Beda dengan kalangan menengah atas yang masih relatif kuat. Dan itu sebabnya secara makro tingkat konsumsinya masih bagus karena ditopang oleh kalangan menengah atas yang masih kuat dalam berbelanja,” pungkasnya. [gi/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG