Tautan-tautan Akses

Laporan Baru HRW Soroti Pelanggaran HAM di Indonesia


Direktur eksekutif Human Rights Watch, Kenneth Roth merilis laporan baru HRW tentang pelanggaran HAM di Indonesia (foto: dok).
Direktur eksekutif Human Rights Watch, Kenneth Roth merilis laporan baru HRW tentang pelanggaran HAM di Indonesia (foto: dok).

Laporan tahunan Human Rights Watch yang berbasis di AS mengatakan, tahun terakhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diwarnai lebih banyak kegagalan daripada kemajuan dalam reformasi HAM.

Kajian kelompok HAM Human Rights Watch (HRW) terbaru itu merinci sejumlah kasus pelanggaran HAM di Indonesia sekaligus menggarisbawahi komitmen presiden baru, Joko Widodo.

Dalam laporan berjudul World Report 2015 setebal 656 halaman itu, direktur eksekutif Human Rights Watch, Kenneth Roth mengatakan banyak pemerintah mengabaikan perlindungan HAM dalam menghadapi ancaman keamanan.

"Pelanggaran HAM berperan besar dalam memicu atau memperparah krisis-krisis saat ini," kata Roth membuka laporan tahunan yang dirilis hari Kamis (29/1) di Beirut itu.

Laporan tersebut menyebut bangkitnya gerakan militan ISIS sebagai salah satu tantangan global yang telah membuat perlindungan HAM diabaikan. ISIS telah mengobarkan kekerasan sektarian di Irak dan Suriah dalam upaya mereka menciptakan kekhalifahan Islam.

Di Indonesia, menurut HRW, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengecam gerakan militan itu tetapi, di dalam negeri, tidak mengindahkan berbagai aksi pelecehan, intimidasi dan kekerasan oleh ekstremis Islam terhadap kaum minoritas.

HRW mengutip kajian Institut Setara, yang memantau kebebasan beragama di Indonesia, bahwa ada 230 serangan terhadap umat agama minoritas tahun 2013 dan 107 serangan hingga November tahun lalu. Hampir semua tersangka pelakunya, kata laporan itu, adalah militan Islam Sunni yang menarget umat Kristen, Ahmadiyah, Muslim Syiah, Sufi dan berbagai keyakinan lain.

Laporan HRW itu juga kembali menyoroti kondisi HAM di Papua, yang menurut mereka masih tegang tahun lalu akibat bentorkan antara pasukan keamanan dan para aktivis OPM (Organisasi Papua Merdeka).

HRW mengatakan rencana Presiden Joko Widodo untuk memecah lagi Papua dari dua menjadi empat propinsi serta mendorong arus migrasi kesana dapat memperburuk ketegangan di pulau itu.

Hingga Oktober 2014, kata laporan itu yang mengutip situs Papuans Behind Bars, ada 69 orang Papua yang dipenjara atau menunggu sidang karena menuntut kemerdekaan bagi propinsi tersebut.

Tahun 2014 juga menandai 10 tahun pembunuhan aktivis Munir Said Thalib. Meski ada bukti kuat konspirasi pembunuhan itu melibatkan sejumlah pejabat tinggi badan intelijen, kata HRW, pemerintahan lalu gagal memenuhi janjinya untuk menghukum semua pelaku kejahatan itu.

HRW juga menyebutkan pemerintahan lalu, yang berkuasa selama 10 tahun, tidak melakukan apapun untuk menghukum para pelanggar HAM semasa kekuasaan Presiden Soeharto termasuk pembunuhan massal tahun 1965-1966.

Tahun lalu, HRW mengatakan Indonesia juga gagal mengamandemen UU pengadilan militer tahun 1997. Amandemen yang diajukan Februari lalu, jika disahkan, menetapkan tentara akan disidang di pengadilan sipil dalam kasus pelanggaran HAM.

Laporan tersebut, yang mengkaji kinerja HAM di lebih dari 90 negara, kembali mengecam praktik tes keperawanan dan berbagai peraturan lain yang dianggap mengekang kaum perempuan Indonesia. Ada paling tidak 279 peraturan lokal terkait perempuan, kata HRW, dan 90 diantaranya hanya untuk mewajibkan pemakaian jilbab.

Menutup laporannya tentang Indonesia, HRW memuji UU baru tentang kesehatan jiwa yang diharapkan mampu memperbaiki kondisi para penderita. Namun organisasi di New York itu juga mengingatkan UU itu masih membolehkan pengobatan paksa jika pasien dianggap "tidak kompeten."

Recommended

XS
SM
MD
LG