Tautan-tautan Akses

Uganda Selenggarakan KTT Internasional Kekerasan Seksual


Para korban perkosaan di Republik Demokrasi Kongo (foto: dok). Sekitar 12 persen perempuan Kongo pernah mengalami perkosaan sedikitnya sekali.
Para korban perkosaan di Republik Demokrasi Kongo (foto: dok). Sekitar 12 persen perempuan Kongo pernah mengalami perkosaan sedikitnya sekali.

Negara-negara anggota Konferensi Internasional Kawasan Danau Besar di Afrika Tengah dan Timur mengakhiri KTT lima hari mengenai kekerasan seksual berlatar belakang gender hari Jumat dan menghimbau diambilnya tindakan bersama dalam menangani isu yang terjadi di semua negara di kawasan itu.

Kekerasan seksual berlatar belakang gender, istilah yang mencakup perkosaan, penganiayaan, pelacuran paksa, kekerasan rumah tangga dan praktek-praktek tradisional tertentu, merupakan isu yang perlu segera ditangani di zona-zona konflik. Di Republik Demokrasi Kongo, sekitar 12 persen perempuan pernah diperkosa sedikitnya sekali, membuat sebagian komentator menyebut negara itu “tempat terburuk di dunia bagi perempuan.”

Tetapi Uganda, Burundi, Sudan Selatan, dan Republik Afrika Tengah juga baru saja keluar dari konflik-konflik mereka, dan banyak negara di kawasan ini kesulitan mengatasi pengaruh-pengaruh kekerasan masa lampau.

Konferensi Internasional Kawasan Danau Besar bertemu di ibukota Uganda minggu ini untuk membahas cara-cara mengatasi kekerasan seksual berlatar belakang gender di Afrika tengah dan timur. Organisasi itu didirikan tahun 2006 untuk mendorong perdamaian dan stabilitas di kawasan yang secara historis digoncang oleh konflik bersenjata, kebanyakan dengan dimensi regional. Sudan Selatan disahkan sebagai anggota terbaru organisasi itu hari Jumat.

Berpidato pada KTT itu, Penasehat Khusus Amerika untuk Kawasan Danau Besar, Barrie Walkley, mengumumkan bahwa Amerika akan segera meluncurkan “Rencana Aksi Nasional mengenai Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan.”

Ia mengatakan, “Terlalu sering, kekerasan seksual berlatar belakang gender dianggap sebagai masalah perempuan belaka. Itu tidak benar. Itu merupakan masalah gawat dan serius bagi laki-laki dan perempuan, karena itu berdampak pada semua unsur masyarakat.”

Margot Wallstrom, wakil khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk urusan kekerasan seksual dalam konflik, mengatakan di kebanyakan konflik di wilayah Danau Besar perkosaan dan berbagai bentuk kekerasan seksual lain seringkali digunakan sebagai senjata perang. Ia mengatakan tindakan ini tidak dilakukan dengan serta merta, tetapi disengaja dan direncanakan.

“Contohnya, di Republik Demokrasi Kongo, kita saksikan kelompok-kelompok bersenjata pindah dari satu desa ke desa lainnya, dan ini adalah senjata yang mereka gunakan. Ini adalah perkosaan massal. Lebih dari 300 orang, termasuk laki-laki, diperkosa. Tidak ada pembunuhan, tetapi cara ini digunakan sebagai alat yang sangat ampuh untuk menimbulkan ketakutan dan teror, dan menunjukkan kekuasaan,” ujarnya.

Seringkali kekejaman seksual terburuk di zona-zona konflik dilakukan oleh militer, pasukan keamanan, dan penjaga perdamaian sendiri, seperti yang terjadi di Republik demikrasi Kongo dan di Uganda utara. Beberapa pemimpin negara di KTT itu menekankan pentingnya menindak tegas militer mereka, walaupun Presiden Tanzania Jakaya Kikwete mengakui bahwa itu adalah isu yang sulit diatasi.

XS
SM
MD
LG