Tautan-tautan Akses

7 dari 12 Tersangka Pemerkosa YY Dituntut 10 Tahun Penjara


Foto Konpres Kapolres PUT, Rejang Lebong tentang pemerkosaan dan pembunuhan YY. (Foto: courtesy Polsek PUT Rejang Lebong Bengkulu)
Foto Konpres Kapolres PUT, Rejang Lebong tentang pemerkosaan dan pembunuhan YY. (Foto: courtesy Polsek PUT Rejang Lebong Bengkulu)

Tujuh dari 12 tersangka pemerkosa dan pembunuh YY, siswi SMP Padang Ulak Tanding di Bengkulu, dituntut majelis hakim pengadilan negeri Curup 10 tahun penjara. Sejumlah aktivis perempuan menilai, hukuman ini tidak cukup.

Tujuh dari 12 tersangka dihadirkan di PN Curup, Selasa pagi (3/5) dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Heny Farida, dibantu dua hakim anggota Hendri Sumardi dan Fahrudin, serta jaksa penuntut umum Arlya Noviana Adam. Keluarga korban tampak ikut hadir mengikuti jalannya sidang.

Sebagaimana diperkirakan sebelumnya, ketujuh tersangka yang berusia antara 16-17 tahun dituntut dengan menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35/2014.

Sebelumnya orangtua mereka diminta memberi kesaksian dan menunjukkan akte kelahiran yang membuktikan usia ketujuh tersangka pemerkosa itu. Berdasarkan UU tersebut, ketujuhnya dituntut dengan hukuman 10 tahun penjara.

“Betul kan, hukuman maksimal saja tidak bisa dipenuhi. Hukuman maksimal 15 tahun, tapi yang dituntut cuma 10 tahun. Ini menunjukkan UU yang ada selama ini tidak cukup. Saya kira sudah saatnya kita agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diloloskan. Memang tidak masuk dalam prioritas Prolegnas, tetapi karena desakan publik yang sangat luas maka seharusnya menjadi perhatian utama,” kata aktivis NU, Luluk Hamidah.

Anggota Badan Legislatif dari PKB Nihayatul Wafiroh yang dihubungi VOA Selasa pagi (3/5) mengatakan hal ini semakin menguatkan dorongan untuk segera meloloskan UU Penghapusan Kekerasan Seksual.

“Kasus-kasus seperti ini akan terus berulang dan tidak akan memberi efek jera jika payung hukumnya belum tegas. Saya sedih sekali waktu pembahasan Prolegnas 2016, saya dan beberapa teman lain sudah berupaya menjadikan UU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai prioritas, tetapi masih banyak teman lain yang justru berpikir “mengapa harus jadi UU sendiri?” kata Nihayatul Wafiroh.

"Mereka mempertanyakan mengapa tidak dimasukkan saja dalam UU Perlindungan Anak atau UU KDRT, padahal kekerasan seksual bisa terjadi tidak saja pada anak-anak atau dalam ruang lingkup rumah tangga atau keluarga. Sulit menjelaskannya. Meskipun akhirnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual itu bisa juga masuk dalam “daftar tambahan RUU prioritas” beberapa saat lalu,” lanjutnya.

7 Dari 12 Tersangka Pemerkosa Yuyun Dituntut 10 Tahun Penjara
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:06:12 0:00

Peran Penting Keluarga

Selain mendorong pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, ratusan LSM, aktivis, tokoh masyarakat dan agama juga menyerukan pentingnya meningkatkan kembali peran penting keluarga dalam masyarakat.

“Saya kira sudah saatnya kita juga membenahi kembali keluarga dan lingkungan sosial masyarakat. Lingkungan kita sekarang sangat permisif, belum lagi ada revolusi teknologi yang membuat orang bisa sangat mudah mengakses informasi dimana pun, kapan pun. Saya tidak ingin membahas isu ‘domestifikasi perempuan’, meskipun menurut saya itu penting," kata Luluk Hamidah, aktivis NU.

"Harus kita sadari bahwa keluarga memainkan peran sangat besar dan kita harus memperkuat peran ayah-ibu. Ini penting karena data KOMNAS Perempuan misalnya menunjukkan bahwa pelaku kekerasan seksual paling banyak itu justru kalangan dekat anak, termasuk di dalam keluarga. Nah, jika keluarga saja sudah tidak menjadi tempat yang aman untuk anak, bagaimana mereka bisa berlabuh,” lanjutnya.

Bengkulu, Provinsi Termiskin di Sumatera

Pemerkosaan dan pembunuhan YY, pelajar SMP di Padang Ulak Tanding, kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, bagai membuka kotak Pandora.

Begitu banyak persoalan yang muncul seiring dengan terkuaknya musibah ini. Tidak hanya soal perlindungan anak, seruan meningkatkan kembali peran keluarga dan perlunya aturan hukum yang lebih tegas, tetapi juga kemiskinan.

Bengkulu memang merupakan provinsi termiskin keenam di Indonesia atau pertama di Pulau Sumatera, dengan jumlah penduduk miskin mencapai 17,16 persen.

Dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bengkulu tahun 2016 mencapai Rp 2,41 triliun, tetapi hampir 48 persen desa dan kelurahan di Bengkulu dikategorikan sebagai desa tertinggal. Lebih dari 46 ribu orang dalam usia kerja di Bengkulu kini menganggur.

Dalam wawancara dengan VOA, Senin (2/5), Kapolres Padang Ulak Tanding, Rejang Lebong, Bengkulu, Iptu Eka Candra mengatakan bagaimana ia dan sesama teman-teman di unitnya melangsungkan berbagai turnamen olahraga atau penyuluhan hukum, supaya anak-anak muda yang menganggur itu bisa punya aktivitas lain selain sekedar kumpul-kumpul, yang berpotensi memicu terjadinya tindak kriminalitas. Semua kegiatan ini dibiayai dari unitnya dan sumbangan masyarakat.

Kemiskinan memang berbanding lurus dengan pengangguran dan kriminalitas. Selama Bengkulu, khususnya Rejang Lebong, masih dililit kemiskinan dan jumlah penganggurannya tak juga surut, maka penyakit-penyakit sosial termasuk kriminalitas akan tetap menjangkiti daerah ini.

Hingga laporan ini disampaikan lima tersangka pemerkosa dan pembunuh YY yang dikategorikan sebagai dewasa, belum disidang lagi. Sementara dua pelaku lain masih terus diburu polisi. [em/al]

Recommended

XS
SM
MD
LG